Campur Etanol ke Bensin? Begini Rencana E10 Pertamina dan Dampaknya ke Kendaraan Kita

Jakarta (14/10/2025) — Pemerintah bersama Pertamina tengah bersiap menerapkan kebijakan baru pencampuran etanol 10% dalam bahan bakar minyak (BBM), atau dikenal dengan program E10. Langkah ini menjadi bagian dari upaya besar Indonesia menuju transisi energi hijau nasional.

Etanol sendiri merupakan senyawa alkohol (C₂H₅OH) yang bisa dibuat dari bahan nabati seperti tebu, singkong, dan jagung. Berbeda dengan bensin yang berasal dari minyak fosil, etanol termasuk energi terbarukan dan dapat terbakar layaknya bensin.

Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui penerapan program E10, yaitu pencampuran 10% etanol dalam bahan bakar minyak (BBM). Langkah ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon, menciptakan udara yang lebih bersih, menekan impor minyak fosil agar Indonesia lebih mandiri energi, serta meningkatkan nilai ekonomi petani melalui pemanfaatan bahan baku lokal seperti tebu dan singkong. Program ini juga menjadi bagian dari percepatan transisi energi berkelanjutan yang tengah digalakkan pemerintah.

Secara teknis, penggunaan campuran etanol dalam bensin memiliki kelebihan dan risiko tersendiri. Pembakaran menjadi lebih bersih dan efisien, sementara angka oktan yang lebih tinggi dapat meningkatkan performa mesin. Namun, karena etanol mudah menyerap air, potensi karat dan gangguan pada sistem bahan bakar bisa terjadi. Selain itu, nilai kalor etanol lebih rendah dibanding bensin, sehingga konsumsi bahan bakar cenderung sedikit lebih boros.

Menurut Bob Azam, Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), penggunaan etanol bukan hal baru di industri otomotif dunia. “Penggunaannya masih dalam batas wajar, tergantung mereknya. Toyota bahkan bisa mencapai 20%. Beberapa negara sudah menerapkan E10 bahkan E20. Indonesia ikut mendukung agar petani juga diuntungkan,” ujarnya dikutip dari CNBC Indonesia.

Sementara itu, jurnalis otomotif, Fitra Eri menilai kebijakan ini positif, namun perlu waktu untuk adaptasi industri. “Perubahan boleh saja, tapi berikan kesempatan industri beradaptasi supaya masyarakat dapat benefit maksimal. Riset aditif itu tidak sebentar, bisa memakan waktu tahunan,” ujarnya melalui akun Instagram @fitra.eri.

Dari sisi akademik, Dr. Abrar Riza, S.T., M.T., dosen prodi Teknik Mesin Untar, menegaskan bahwa pencampuran etanol hingga 10% tidak menimbulkan masalah bagi kendaraan. Etanol berfungsi sebagai octane booster yang membuat pembakaran di ruang mesin lebih sempurna dan efisien. Namun, jika kadar etanol terlalu tinggi di atas 10–15%, daya mesin justru bisa menurun karena energi bakarnya lebih kecil. Hasil penelitian Abrar juga menunjukkan bahwa campuran E10 justru ideal, karena meningkatkan tekanan ruang bakar tanpa menimbulkan efek negatif bagi mesin yang belum dirancang khusus untuk bahan bakar etanol.

Dengan demikian, program E10 dinilai sebagai langkah realistis menuju energi bersih tanpa mengorbankan performa kendaraan, sekaligus mendorong potensi ekonomi lokal dan inovasi industri otomotif nasional.

 

Berita Terbaru

Agenda Mendatang

24

Mei

Hari Raya Waisak

25

Mei

Wisuda ke-83 Untar

27-29

Mei

Rapat Kerja Untar 2024

1

Juni

Hari Lahir Pancasila

31

Juli

Batas Akhir Pendaftaran Mahasiswa Baru
UNTAR Fakultas Teknik